Thursday, August 14, 2008

Hasil Proper Terus Diprotes

[JAKARTA] Hasil analisis Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper) dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (LH) untuk tahun 2006-2007 yang dipublikasikan Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) tanggal 31 Juli 2008 menuai protes. Hasil analisis proper menunjukkan, 43 perusahaan masuk dalam peringkat hitam, 39 merah minus, 46 merah, 161 biru minus, 180 biru, 46 hijau, dan satu emas.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melalui suratnya tertanggal 5 Agustus 2008 yang ditujukan kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup, menyatakan kecewa dengan hasil Proper karena masuknya sejumlah perusahaan yang selama ini diduga merusak lingkungan ke dalam kategori biru atau hijau, yang berarti taat lingkungan atau tidak melakukan pencemaran.
Surat yang ditandatangani Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Berry Nahdian Furqon, menyatakan, pemberian kategori tidak melakukan pencemaran (dan taat aturan) bagi perusahaan-perusahaan yang telah mengakibatkan kerusakan lingkungan skala luas adalah telah bertentangan dengan tujuan program Proper itu sendiri.

"Proper itu sejatinya untuk mendorong komitmen pelestarian lingkungan hidup, meningkatkan penaatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup," katanya dalam surat yang dikirim ke semua media massa nasional tersebut.

KLH sebagai salah satu institusi negara, menurut Berry, seharusnya tetap konsisten dengan misi mencegah kerusakan lingkungan dan bukan menjadi alat cuci tangan perusahaan perusak lingkungan hidup.

Aspirasi yang sama juga disampaikan Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Siti Maimunah, terutama terkait pemberian predikat Biru kepada PT Freeport Indonesia. Siti menyatakan heran dengan keputusan pemerintah karena perusahaan raksasa asal Amerika Serikat yang bergerak di sektor tambang mineral tersebut setiap hari membuang 220.000 ton limbah produksi (tailing) ke Sungai Ajkwa, dan menjadikan sungai tersebut sebagai saluran tailing menuju laut.

KLH Tanggung Jawab
Berkaitan dengan itu, Wakil Ketua Tim Teknis Proper, Gempur Adnan, menjelaskan, dalam hal pembuangan tailing ke sungai, PT Freeport tidak bersalah karena sudah sesuai dengan kajian analisis mengenai dampak lingkungan tahun 1997. Selain itu, tambahnya, dari lima parameter baku mutu air, hanya satu parameter yang melebihi baku mutu, yakni total suspended solid.

Sementara itu, Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar menegaskan, hasil Proper bisa dipertanggungjawabkan, karena setiap penilaiannya sudah cukup jelas. Rachmat mempersilahkan pihak-pihak yang mempertanyakan hasil Proper itu untuk datang ke kantornya.

Rachmat meminta Walhi dan Jatam tidak mengaitkan penilaian dari pihaknya dengan hal-hal yang bersifat politis. Kementeriannya, sambung dia, akan terus mengawasi setiap perusahaan dengan harapan bakal terus membaik. "Standar itu kita somasi. Setelah itu ada peringatan keras, sampai kita bawa ke pengadilan," ujarnya.

Namun, Rachmat mengaku, masih menyangsikan perusahaan yang performanya tidak ramah terhadap lingkungan bisa dijerat dengan hukuman yang setimpal. Penyebabnya, tidak semua aparat penegak hukum sudah mendapatkan pelatihan untuk menyamakan persepsi soal perusakan lingkungan.
Hasil temuan Walhi menunjukkan, PT Semen Gresik dan pabrik Tuban, Jawa Timur, mendapat peringkat Hijau, padahal mengakibatkan kekeringan, polusi debu, serta kerusakan kawasan pesisir laut sebagai dampak dari operasi dan pelabuhan.

PT Toba Pulp Lestari mendapat peringkat Hijau, padahal merusak sekitar 3.100 hektare hutan kemenyan milik masyarakat Pollung di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), di Sumatera Utara, sehingga rata dengan tanah. Pohon-pohon kemenyan (Batak Toba: haminjon; Latin: Astyrax benzoin) ini telah memberikan mata pencaharian bagi ratusan petani kemenyan selama berpuluh-puluh, bahkan beratus-ratus tahun

PT Newmont Nusa Tenggara (NTB) memperoleh peringkat Hijau, padahal telah terjadi penurunan kualitas air laut akibat pembuangan tailing ke laut. Dampak nyatanya adalah jumlah dan jenis tangkapan ikan nelayan menurun.
Berry juga menyoroti peringkat Biru yang diberikan kepada PT Arutmin Indonesia. Menurutnya, kualitas air pada kegiatan penambangan batubara PT Arutmin tidak memenuhi persyaratan baku mutu air. Kegiatan reklamasi dan revegetasi yang dilakukan oleh PT Arutmin juga tidak dilakukan dengan baik.
Walhi juga memrotes pemberian peringkat Biru kepada PT Lapindo Brantas. Pasalnya, semburan lumpur yang jelas-jelas telah merusak lingkungan di daerah Porong, Jawa Timur, adalah karena aktivitas pemboran Lapindo Brantas Inc.

PT Kideco Jaya Agung, perusahaan batu bara di Kaltim, mendapat peringkat Biru minus, padahal telah meningkatkan produksi tanpa didukung dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) baru. Kualitas air pada kegiatan penambangan batu bara tidak memenuhi persyaratan baku mutu air, sehingga Sungai Kendilo tercemar, dan masyarakat di sekitarnya harus pindah.

PT Kaltim Prima Coal (KPC) mendapat peringkat Biru, padahal KPC melakukan pencemaran air dari pembuatan jalan penghubung dan jalan tambang yang mengakibatkan limpahan air permukaan oleh hujan menjadi lebih besar dan membawa material hasil erosi. Masyarakat tak bisa memanfaatkan air Sungai Sengata untuk minum dan memasak. Pencemaran air ini juga dirasakan petambak ikan.

Sumber: Suara Pembaruan Senin, 11/8)

No comments: